Sunday, 21 February 2010
Khayangan, tempat dengan kesucian yang tak tersentuh kedagingan manusia. Nafas kehidupan terhembus dari sana, hingga seluruh pemeliharaan dan penghakiman atas kematian. Para dewa-dewi bekerja dalam keabadian mereka, siang dan malam, demi keselarasan dunia.
Tapi legenda menyebutkan, sebuah kesalahan fatal dilakukan oleh para dewa. Mereka terjebak oleh hawa nafsu kedagingan manusia, hingga memilih untuk turun ke bumi untuk memperistri manusia biasa. Kebijaksanaan para dewa dikalahkan oleh rasa pilih-kasih mereka. Keselarasan yang mereka bangun pun terganggu.
Dewa Lameth, pimpinan para dewa pun murka mendengarnya.
Dengan tongkat kepemimpinannya, dia jatuhkan dewa-dewa yang telah terjebak nafsunya ke dalam dunia, hingga mereka hidup sebagai manusia biasa. Tanpa dia sadari, tindakannya telah mengosongkan khayangan. Hanya ada dia dan Theon, Dewa Perang dan Kejayaan, setelahnya, dua dewa yang bertahan dalam kesucian. Sungguh mengecewakan bagi Lameth.
Setelah lama roda waktu berputar, masalah baru mulai disadari oleh Dewa Lameth. Tak ada lagi dewa maut, sejak Midianor telah dijatuhkannya untuk hidup dalam kefanaan dunia. Khayangan menjadi sesak oleh orang-orang berdosa yang tak mendapat penghakiman layak di alam baka. Akhirnya dengan kesepakatannya bersama Theon, mereka kembali mengangkat Midianor sebagai dewa maut—meskipun Midianor telah memperoleh seorang putera dari istrinya, yakni keturunan Avalen pertama. Anak-anak para dewa yang tinggal di bumi pun untuk pertama kalinya mendapat sebuah sebutan khusus, Elf, atau bangsa peri. Mereka terus berkembang menjadi bangsa yang besar, hingga kini, telah banyak sejarah dalam lembar kehidupan mereka.
Tapi dendam Midianor belumlah surut. Betapa dia membenci Lameth sehingga apapun akan dia lakukan untuk menjatuhkan Lameth dari singasananya. Midianor pun membangun sebuah dimensi, yang dinamainya Mirage. Dari sana, seluruh petaka dan kejahatan dimulai. Keturunannya, marga Avalen, terus ditempanya menjadi raja-raja besar di Mirage, mulai dari era Abigor Avalen, hingga Iscariot Avalen. Dendamnya akan terus diwariskan berlarut-larut.
Tapi legenda menyebutkan, sebuah kesalahan fatal dilakukan oleh para dewa. Mereka terjebak oleh hawa nafsu kedagingan manusia, hingga memilih untuk turun ke bumi untuk memperistri manusia biasa. Kebijaksanaan para dewa dikalahkan oleh rasa pilih-kasih mereka. Keselarasan yang mereka bangun pun terganggu.
Dewa Lameth, pimpinan para dewa pun murka mendengarnya.
Dengan tongkat kepemimpinannya, dia jatuhkan dewa-dewa yang telah terjebak nafsunya ke dalam dunia, hingga mereka hidup sebagai manusia biasa. Tanpa dia sadari, tindakannya telah mengosongkan khayangan. Hanya ada dia dan Theon, Dewa Perang dan Kejayaan, setelahnya, dua dewa yang bertahan dalam kesucian. Sungguh mengecewakan bagi Lameth.
Setelah lama roda waktu berputar, masalah baru mulai disadari oleh Dewa Lameth. Tak ada lagi dewa maut, sejak Midianor telah dijatuhkannya untuk hidup dalam kefanaan dunia. Khayangan menjadi sesak oleh orang-orang berdosa yang tak mendapat penghakiman layak di alam baka. Akhirnya dengan kesepakatannya bersama Theon, mereka kembali mengangkat Midianor sebagai dewa maut—meskipun Midianor telah memperoleh seorang putera dari istrinya, yakni keturunan Avalen pertama. Anak-anak para dewa yang tinggal di bumi pun untuk pertama kalinya mendapat sebuah sebutan khusus, Elf, atau bangsa peri. Mereka terus berkembang menjadi bangsa yang besar, hingga kini, telah banyak sejarah dalam lembar kehidupan mereka.
Tapi dendam Midianor belumlah surut. Betapa dia membenci Lameth sehingga apapun akan dia lakukan untuk menjatuhkan Lameth dari singasananya. Midianor pun membangun sebuah dimensi, yang dinamainya Mirage. Dari sana, seluruh petaka dan kejahatan dimulai. Keturunannya, marga Avalen, terus ditempanya menjadi raja-raja besar di Mirage, mulai dari era Abigor Avalen, hingga Iscariot Avalen. Dendamnya akan terus diwariskan berlarut-larut.
0 comments:
Post a Comment