Tuesday, 23 February 2010

A tale by Chris Nugroho

Benua Tengah yang jauh dari ketenangan. Benteng Comdred, tempat dimana Menara Midianor menjulang tinggi, tempat dimana Demetria putera Avalen, memperoleh amanat agung dari Sang Penguasa Mirage.

“Seseorang yang membahayakan telah menembus portal menuju Mithrillia. Kejar dan bunuh dia selagi darahnya belum bergejolak!” begitu suara parau yang menggema dari dalam menara Midianor, penghubung suara Mirage dan Mithrillia.

Demetria Avalen, sang pangeran Mirage dan Raja Benua tengah, memperhatikan serdadunya bersorak saat persenjataan dipersiapkan. Logam-logam cair ditempa menjadi berbagai senjata tajam dan armor bagi tubuh kekar mereka. Wajah-wajah buruk para Abodh, ras manusia buruk rupa, mantan raksasa gunung yang kini mengancam eksistensi manusia, begitu bernafsu untuk pembantaian selanjutnya. Merekalah pasukan Mirage yang terkenal akan kekejamannya yang mendunia, saksi darah wajah-wajah penderitaan orang-orang tertindas.

Tempat dia berdiri sekarang begitu panas dan bising oleh palu-palu yang dihantamkan untuk membentuk pedang yang sempurna. Bunyi pedang mendesis di dalam air, bunyi langkah-langkah berat para Abodh, bunyi tawa serak mereka yang menjijikan, dan bau busuk dari tubuh kotor mereka. Asap-asap, bara merah api, gelegar suara pembuatan peledak oleh para Burandal, semuanya cukup menggambarkan blok bawah tanah Comdred Fortress. Demetria tahu para Burandal begitu cerdik dan pintar memanfaatkan bahan-bahan untuk dijadikan senjata. Tempat para Burandal bekerja, jauh dari para Abodh.

Itu baru di satu tempat.

Lain tempat, sekumpulan Abodh telah diutus untuk mencari sumber sebanyak-banyaknya bagi pembuatan senjata. Para pohon menunggu gilirannya untuk ditumbangkan ke tanah. Begitu brutal Abodh lainnya menghancurkan batu-batu dan mengangkut bongkahan-bongkahan besarnya ke Padang Comdred, hingga bertumpuk-tumpuk amunisi ketapel mereka.

Langit merah kehitaman menaungi Comdred Fortress—sudah ratusan tahun sejak benteng itu jatuh ke tangan Mirage. Langit berubah merah saat menara Midianor berdiri tegak. Ujung-ujung menara itu berbentuk seperti cakar-cakar tajam dari sebuah tangan. Di setiap ujung-ujung cakarnya terbit api-api abadi dari gas yang menyembur. Dari langit hitam itulah diduga menjadi lorong kejatuhan Abigor dan serdadu hitamnya, tepat ke dataran rendah di bawahnya, apa lagi kalau bukan Comdred Fortress itu sendiri. Sebab itu, Comdred Fortress didirikan oleh beberapa generasi sebelum ini untuk mengunci keberadaan mereka yang masih mungkin bangkit dari alam peristirahatannya. Saat ini, beberapa legiun pasukan yang terkurung di dalamnya, sedang berusaha dibangkitkan untuk mendukung rencana penghitaman Mithrillia seutuhnya.

Tak ada yang bisa meramalkan kejatuhan Benua Tengah ke tangan pihak yang kejahatannya menaungi angkasa. Bahkan sajak terkenal itu juga tak menunjukkan sedikitpun barisan tentang kata-kata kejatuhan seluruh kerajaan ke tangan Mirage. Dalam sajak itu, hanya tertulis Sang Terpilih, keturunan Lord Bordock, tanpa tahu untuk apa Sang Terpilih diutus.

Terlambat bagi Raja Mordock untuk menyadarinya. Dia dan darah Incargot-nya, diluluh-lantahkan oleh darah hitam para Abodh dan Burandal, lebih dari dua ratus tahun lalu. Cerita mengenai kejatuhannya menjadi sebuah kenangan manis bagi Mirage, penjajah ulung. Namun kisah mengenai sekumpulan manusia yang melarikan diri ke desa Cordanté, akhirnya menjadi bumerang bagi mereka sendiri. Tanpa sadar, orang-orang yang mereka biarkan berlarian dengan nafas memburu itu, telah memendam kebencian ratusan tahun pada Mirage.

Demetria merenung. Kepalanya penuh dengan makna keberadaan gadis yang ditawarkan Tammil Ibrahim padanya. Penguasa tertinggi Mirage telah menurunkan titah penting, yaitu penangkapan seorang gadis Maya. Mata jahat itu melintasi benua demi benua, hingga desa Cordante menyemarakkan suasana jahat. Desa itulah awal mula datangnya Alexa. Kini dia hanya bisa termenung, mengapa Gyoudrim memanggilnya saat kemenangan sudah di depan mata.

Persekutuan naga-naga dengan kaum Incargot telah habis.

Seiring punahnya keturunan Incargot. Sebab suku naga hanya hormat pada kaum Incargot. Kepatuhan Gyoudrim pada Demetria adalah buah dari kehandalannya menguasai bahasa rumit milik kaum naga. Jika akhirnya Gyoudrim memanggilnya untuk kembali, mungkinkah salah satu dari orang-orang Maya itu memiliki darah keramat Lord Bordock?

“Kau mungkin bisa mengumpulkan pasukan sebanyak ini, tapi bisakah kau memimpinnya, Demetria?”

Demetria tak langsung menjawab, dia memperhatikan dahulu siapa yang lancang menantangnya.

“Aku yakin atas kemampuanku membaca lawan, kau tak perlu berkomentar. Siapakah yang mengundangmu kemari? Bukankah telah lama Raja menghukummu?” tanya Demetria balik.

“Yang Mulia Raja tak lagi menghukumku. Dia justru mengatakan kalau kau butuh bantuanku. Katakanlah kau butuh, maka aku akan memimpin pasukanmu dalam pembersihan Benua Timur, Demetria Avalen.”

Demetria mencabut pedangnya dengan tangkas, kemudian menghunuskannya secepat mata kehilangan momen itu, tepat ke titik yang dipenuhi urat darah di leher Iscariot. Klaha bertindak mengamankan Tuannya itu, senjata berat di tangannya ditodongkan pada Demetria.

“Apa maksud semua ini, Kakak?” tanya Iscariot. Namun dia sama sekali tidak takut, sebaliknya dia tersenyum. Sekali, matanya melihat laras Gatling Gun, senjata otomatis telah mengacung menuju Demetria. Senjata setan yang mampu mengeluarkan 35 peluru per-detik. Besarnya diameter peluru yang digunakan bahkan membuatnya dapat menembus lima tembok bata yang dijejerkan. Klaha di sana berbalik mengancam.

“Jangan katakan kau dan para manusia Maya yang kau pimpin, ingin menjatuhkanku? Bagaimanapun, Maya, tujuanku selanjutnya, adalah tempatmu tinggal juga. Bukan begitu…Yudas?” Iscariot terlihat di bola mata Demetria. Kata-kata Demetria barusan telah menyindir Iscariot.

Klaha mendengus parau, dia menggeram kencang ketika kilauan logam itu menandakan bergeraknya pedang semakin dekat dengan titik kematian Iscariot.

“Mungkin manusia bisa mati oleh peluru, tapi tidak bagiku, Iscariot. Biarpun seribu pelurunya menembusku, itu tidaklah berarti dibandingkan satu tebasan pedang,” Demetria meremehkan Klaha dalam-dalam.

“Turunkan itu, Klaha. Itu memang tak berguna terhadapku atau Demetria. Lagipula sudah sejak tadi senjata itu tak berpeluru lagi.” Mendengar itu, Klaha tak melanjutkan bidikannya terhadap Demetria. “Pikirmu begitu, Demetria? Tergantung padamu melihat dari sisi mana kau mempercayaiku, manusia atau ras kita. Sebagai keluarga Avalen, abdi dari Penguasa Mirage, aku merasa perlu untuk membantumu di sini,” sambung Iscariot.

“Jadi itu tujuanmu menembus portal dan berjalan jauh ke bentengku ini?”

“Membantumu mempersiapkan kemenangan bagi Mirage,” balas Iscariot penuh senyuman culas.

“Kutusuk lehermu jika sekali lagi kau berbohong.” Mata Demetria membelalak, mengancam Iscariot yang masih berlutut.

Iscariot tertawa kecil dengan mata yang nyaris terpejam, dia menatap wajah penuh curiga dari Pangeran Demetria Avalen, orang paling disegani di seluruh dataran Mithrillia. Tak sedikitpun dia gentar akan ancaman Demetria, namun dia tahu percuma saja menyembunyikan misinya di Mithrillia.

“Memang bukan itu, bukan itu alasan aku pergi ke duniamu ini. Bukankah kau sudah bertemu dengannya? Mungkin melihat manusia itu sedikit lebih.” Perlahan Iscariot menyingkirkan mata pedang yang mengancamnya. Dia berdiri, kemudian berjalan ke tepian jendela, dimana dia bisa melihat kesibukan dari budak-budak kegelapan. Dia tersenyum setelahnya.

“Siapa yang kau maksudkan? Apakah seorang gadis bernama Alexa itu juga menjadi incaranmu?”

Iscariot tertawa sedikit besar.

“Aku melalui portal bertekanan tinggi dengan resiko besar bukan untuk mencari seorang gadis. Sebab kau tahu aku bukanlah Romeo,” canda Iscariot. “Kau pernah bertemu dengannya, laki-laki berpedang besar dengan rambut panjangnya. Laki-laki lemah yang sebenarnya merupakan ancaman terbesar bagimu,” Iscariot mendesah, lelah menceritakan pada wajah kakaknya yang tak mau percaya.

“Kusko, lelaki terlemah di antara mereka semua hanyalah Kusko. Dia menghilang semenjak kejadian di tenda para bandit.” Ucapan itu menandakan kalau Demetria menyadari siapa pria yang dimaksud, dia tak meremehkan pria itu seperti layaknya Iscariot.

“Rupanya kau sudah menyadari potensi pada pria itu, Demetria? Aku tahu kau gentar dan berusaha menaklukkan segalanya sebelum Benda Tersembunyi di dalam tubuhnya mencuat keluar,” jelas Iscariot. Dia membalik tubuhnya dari jendela, kemudian menyandarkan sebelah tangannya ke mulut jendela. “Ivander, mereka menyebutnya Ivander,” ujar Iscariot serius. “Bagiku dia adalah pria dengan kegelapan terkunci di dalam tubuhnya…”

Demetria tahu ini adalah hal penting yang tak boleh diabaikan.
“…Dan kini, kegelapan itu datang. Kegelapan itu akan melahap habis kegelapanmu, kegelapan kita.”

Iscariot bergerak mendekati Demetria. Dia meraih pedang di tangan kiri Demetria, lalu memperlihatkan sisi pedang itu ke mata Demetria, seakan dia menganggap ini kali pertama bagi Demetria untuk memegang pedang.

“Aku tak menduga kalau kedua mitos itu bisa tergenapi bersamaan. Dua oposisi yang sedang bahu-membahu. Adakah mereka sadari itu?” kata Iscariot dengan senyum remeh.

“Sadarkah aku?”

“Sekarang kau sudah. Lihatlah wajah bingungmu itu di pedang ini. Sejak awalpun dunia ini dibangun oleh mitos. Hanya berdiri oleh mitos, dan akan tetap berakhir dengan mitos. Tanganmu yang begitu piawai menebaskan Astaroth, bahkan tak akan mampu menyentuh Benda Tersembunyi itu, saat dia keluar menggurita,” begitu kata Iscariot mendesis. “Kau sendiri tahu dirimu gundah, tapi mengapa menutupinya dengan dinginnya hatimu, Demetria Avalen?”

Demetria enggan menjawabnya. Dia mulai risih dengan tekanan-tekanan kata demi kata dari Iscariot di telinganya.

“Aku mengurungkan niat mengirimmu ke Eagle Harbour, kali ini benar-benar. Hanya makhluk buruk rupa bertubuh metal ini yang akan pergi ke sana.”

“Rupanya ada yang salah dengan ucapanku, bukan begitu?” ucap Iscariot tersenyum culas.

“Tidak. Kau adalah kedua rahibku dalam bidak catur. Kau hanya terlalu berharga untuk dimainkan sekarang.” Tiba-tiba Demetria menghujamkan pedangnya tepat di lehernya sendiri. Kemudian dia melepaskan tangannya dari gagang Astaroth, sampai pelan-pelan pedang itu menyusup ke dalam tubuhnya kembali. Tak ada darah, tak ada wajah sakit. Dia mengusap-ngusap lehernya sebelum berbicara kembali. “Pion-pion hitam bergerak, raja putih akan memimpin, dan pendeta hitam mengurung dirinya di samping kesatria.”

“Pion, raja putih? Yang kau katakan itu lebih dari kiasan?”

Demetria mengabaikan keadaan Iscariot dan pertanyaannya.

“Sebaiknya segalanya benar, Demetria,” ucap Iscariot kesal.

Sebagaimana Iscariot beranjak dari tempat terkutuk itu, Demetria mulai merenung, memikirkan setiap rangkaian kata dari Iscariot. Sebuah tindakan nyata akan dilakukan. Serombongan manusia dari Maya mendadak muncul dengan ribuan jalan takdir di bahu mereka. Apakah pria itu harus dihabisinya, atau berjalan bersama, Demetria gundah, itulah yang disadari Iscariot. Pandangannya kembali ke bawah, dimana manusia-manusia bertubuh letih sedang melayaninya dalam bentuk lain—perbudakan, pekerja-pekerja mulia bagi kelangsungan denyut nadi Comdred Fortress.

“Gali! Gali dan bongkar makam En-Luxurian!”

Terdengar teriakan Abodh yang mengawasi setiap penderitaan mereka. Meneriaki mereka tiap kali mereka terjatuh. Menghantam tubuh lemah itu saat mereka mulai merindukan rumah. Seorang Abodh mengadah ke atas, melihat orang paling berkuasa itu memperlihatkan raut bimbang di wajah pucatnya. Dan pangeran Demetria pun berlalu dari tempat itu, meninggalkan pertanyaan di lubuk hati Abodh. Lubang pintu di belakang pagar batu itu pun kosong.

Adakah yang salah dari tindakan mereka ini?

Dan erangan budak-budak manusia bernyali tipis itu semakin terdengar. Ketekunan mereka yang perlahan hilang tak menjadi penyelamat mereka. Sepuluh, dua puluh, bahkan mungkin seratus tahun lagi mereka harus terus menggali batuan segel Bordock—batu terkeras di seluruh Mithrillia. Sisa-sisa pertahanan Sang Raja yang telah wafat ribuan tahun lalu, untuk menghambat kekelaman menutupi negerinya lebih jauh dari ini.

0 comments:

Post a Comment